Langsung ke konten utama

UMAR BIN KHATTAB DAN SEORANG LELAKI YANG MENGELUH -


Bila hari ini kamu berpikir bahwa tanggungjawab menjadi seorang bapak adalah mencari nafkah kepada keluarganya. Maka, ada baiknya kamu membaca kisah ini. Kisah ini akan menjungkirkan balikkan pendapat mu terhadap sekadar mencari nafkah siang malam saja. Namun ada hal paling esensial yang semestinya telah kamu lakukan jauh sebelum memiliki anak dan keluarga.

Suatu hari seorang lelaki tua mengeluh kepada Umar bin Khattab tentang perilaku buruk anaknya kepada dirinya. Lantas Umar bin Khattab keheranan "bagaimana mungkin seorang anak bisa berlaku buruk kepada orangtuanya?" Tanya Umar.

"Ya, dia berlaku kasar kepada ku di saat aku sudah tidak lagi kuat seperti sediakala" kata si lelaki tua tersebut.

"Apa yang sudah kamu lakukan semasa kamu muda dulu terhadap anak-anak mu, wahai si fulan?" Umar bertanya lagi, mencoba menyelidik

Maka si lelaki tua itu menceritakan berbagai macam kehidupannya. Yang bekerja siang malam untuk keluarganya, selayaknya kebanyakan orang.

Tak cukup puas dengan jawaban lelaki tua tersebut. Kembali, Umar bin Khattab bertanya, "apakah kamu mencarikan Ibu baik-baik untuk anak ini?" Tanya Umar,

"La (tidak)" kata si lelaki tua ini, dia pun mulai mengeluhkan sikap dan perangai istrinya yang dia nikahi, semua aib-aibnya, keburukan sikapnya, perlakuannya, dan segala macam kekurangan istrinya.

Mendengar hal itu, Umar pun bertanya lagi, "apakah kamu memberi nama anak ini dengan nama yang baik-baik? Atau nama panggilan kepada dengan nama yang baik-baik?"

"La (tidak). Aku memiliki nama panggilan untuknya, "Kadal Gurun". Aku akan memanggilnya dengan panggilan tersebut, saat dia melakukan hal yang salah dan aku suka memanggilnya dengan panggilan tersebut bahkan saat dia tak berbuat salah. Nama itu menjadi nama yang pantas untuk kelakuan dirinya seperti kadal gurun"

"Apakah kamu pernah mengajari anaknya baca Qur'an?"

"La (tidak), aku terlalu sibuk untuk mengurusi pekerjaan ku di luar rumah, hingga tak punya sedikit waktu untuk mengajarkan dia Qur'an. Aku bekerja siang dan malam untuk menafkahi keluarga ku. Namun lihat, lihat apa yang telah diperbuat anakku ini! Dia mendurhakai ku saat aku sudah tak lagi muda. Dia tak menghormati ku. Kata-kata ku mental di kupingnya, nasehat-nasehatku tak terdengarkannya! Lihat, duhai Amirul mukminin. Lihat perlakukannya kepada ku!"

Mendengar hal itu, Umar bin Khattab, menyebutkan bahwa Hak seorang anak yang semestinya di dapat dari bapaknya adalah.

1. Jauh sebelum si anak lahir, bapaknya memiliki kewajiban untuk mencarikan istri yang baik.

2. Kewajiban seorang bapak kepada anaknya setelah dilahirkan adalah diberikan nama yang baik-baik, memiliki nama panggilan yang baik-baik

3. Saat anak tersebut mulai tumbuh, kewajiban seorang bapak adalah mengajarkan anaknya baca Qur'an.

"Apakah kamu telah melakukan ketiga hal tersebut kepada anakmu? Bagaimana mungkin seorang memberikan kewajibannya untuk berbakti kepada orang tuanya, sedangkan haknya sebagai seorang anak tak pernah dia dapatkan semasa hidupnya?"

----------------

Penulis merupakan seorang pedagang buku online di Kafeinbuku. Selain itu tulisan-tulisan yang lain seperti serial Ibrahim  bisa kamu baca di sini. Serial Sahabat bisa kamu baca di sini

----------------





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lucifer, Uang, Bank dan Hutang

Buku karya Lucifer, "Di ambang Kehancuran terbesar ekonomi: Masa lalu Uang dan Masa depan Dunia" terbitan Pustaka Pohon Bodhi, 2007. Menjelaskan bahwa dongeng 5% bunga yang telah digadang-gadang pada tahun 1024 di Inggris dengan digantikannya uang emas oleh uang kertas dan koin pada akhirnya mengubah banyak hal utamanya prespektif manusia akan alat tukar tersebut dan masa depan yang diyakini akan sedikit berbeda. Lucifer, memberitahu bahwa, saat uang kertas dan koin sudah begitu berharga. Manusia sudah begitu terbuai dan bergantung pada uang kertas dan koin, pada akhirnya, uang tersebut akan digantikan dengan bentuk uang digital. Di mana manusia, tidak lagi menggunakan uang kertas dan koin sebagai bentuk transaksi. Bagi Beta, buku yang diterjemahkan oleh Alwie pada 2007 ini cukup menarik. Setidaknya, Lucifer sedang memberitahukan sebuah informasi penting tentang masa depan akan seperti apa. Singkat kata, uang kertas dan koin akan diubah sistemnya, di mana semua itu telah dire

PULANG RANTAU DAN PERTANYAAN YANG SUDAH TIDAK RELEVAN LAGI DITANYAKAN DI ZAMAN SEKARANG -

Bila kamu pulang kampung lalu ada orang tanya ke kamu, "sudah nikah, blm?", "Kerja di mana?", "Punya rumah berapa?" "Anak sudah berapa?" Percayalah, bahwa orang yang bertanya semestinya tinggal dikisaran tahun 1980-an. Dan abadi di sana. Pertanyaan untuk orang merantau sekarang bukan itu, tapi "apa cerita perjalanan mu di rantau?", "Kuliner di sana gimana?", "Kalo dilihat-lihat potensi pekerjaan apa yang rasanya bagus dikembangkan di sana?", "Kehidupan sosial di sana menurutmu gimana?" Itu jauh lebih menyenangkan untuk didengarkan ketimbang cerita soal punya apa di daerah rantau dan pulang pura-pura jadi orang kaya dadakan, jadi senter clas, padahal hidup di rantau belum tentu bahagia, belum tentu juga mudah, ada tuntutan hidup dan gaya hidup yang seringkali terabaikan untuk kita cermati 😁😁 Kita semestinya sudah menanggalkan pertanyaan Materialisme, tentang punya apa, ke pengalaman sosial (social experien

PEREMPUAN BUGIS DAN SEPIRING NASI KUNING-

Di kepala saya, saat menyebutkan nasi kuning, entah mengapa yang tergambar dibenak saya adalah seorang perempuan bugis dengan tangan halus menanak nasi. Entah mengapa pula, wajah seorang perempuan Bugis begitu melekat dibenak saya bila menyebut nasi kuning. Tampaknya, imaji perempuan yang halus wajahnya, yang putih kulitnya, yang merah merekah bibirnya dan hitam rambutnya-diikat ke belakang telah melekat dibenak saya. Semenjak kecil, hanya nasi kuning perempuan Bugislah yang seolah melekat seperti halnya prangko yang menempel di selembar surat. Saat membuat nasi kuning, mereka seolah memiliki resep rahasia. Di balik lembut tangan halus perempuan Bugis, terdapat rahasia masakan. Bila orang Padang membanggakan Barandang Bundonyo, dan menjadi tumpuhan kerinduaan dan kenangan bila di rantau. Maka, yang di kenang dari perempuan Bugis adalah sepiring nasi kuning. Tak begitu jelas, apakah yang memperkenalkan nasi yang berwarna kuning ke Maluku merupakan perempuan-perempuan Bugis, ataukah buka