Langsung ke konten utama

MENGUBAH HARGA PASAR DI MADINAH -


Suatu hari, orang-orang Yahudi di Madinah hendak mengganggu orang-orang muslim yang baru tumbuh subur di sana. Salah satu yang dilakukan orang-orang Yahudi adalah dengan mencoba menaikkan harga pasar, mereka mulai memborong banyak barang utamanya kebutuhan pokok yang diperlukan kaum muslimin yang pada waktu itu masih belum stabil perekonomian mereka.

Ada beberapa sahabat yang kala itu menjadi pedagang besar, salah satunya Utsman bin Affan. Orang-orang Yahudi pun hendak membeli barang dagangan Utsman, membeli keju, gandum dan hal-hal yang di miliki Utsman. Bagi orang Yahudi, saat barang-barang tersebut tiba-tiba langka dipasaran, maka orang mereka akan menaikkan harga kebutuhan pokok tersebut. Namun, Utsman tahu hal itu.

Salah satu orang Yahudi mulai menawarkan dagangan Utsman, yang pertama menawarkan setiap item yang dijual Utsman akan dibeli satu kali lipat? Utsman menolak. Orang Yahudi yang lain datang menawarkan, "bagaimana bila dua kali lipat?" Utsman kembali menolak, "apakah ada yang lain?" Tanya Utsman. "Bagaimana kalo, tiga kali lipat?" Tawar salah satu orang Yahudi. "Oh, tidak. Apakah masih ada yang lain?" Tanya Utsman. Lalu datang seorang Yahudi, "Wahai Utsman, aku datang kepadamu untuk menawarkan harga, yang bahkan tidak ada orang yang lebih berani membeli kebutuhan pokok ini selain tawaran paling berani selain aku. Aku tawar untuk membeli barang-barang mu ini, 5 kali lipat?" Dengan senyum, Utsman menjawab, "ada yang menawarkan lebih mahal dari sekedar 5 kali lipat itu!". Dengan terbelalak, orang-orang Yahudi ini bertanya, "siapa?", "Apakah kalian ingin mengetahuinya?" Tanya Utsman

Utsman lantas berdiri disebuah tempat yang agak tinggi, sembari berteriak "duhai penduduk Madinah, datanglah ambil semua barang-barang kebutuhan pokok ini gratis, tanpa bayar sepeserpun. Karena hari ini, aku menyedekahkan semua kebutuhan ini kepada kalian!" Mendengar hal itu, penduduk Madinah berkerumun mengambil beraneka barang dagang Utsman yang banyak itu; gandum, keju, madu dan lainnya.

Pada saat itu, hingga beberapa hari setelahnya pasar Madinah kemudian sepi pembeli. Para pedagang utamanya orang Yahudi kemudian menjual barang-barang kebutuhan pokok dengan harga murah, diobral, mereka sama sekali tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dalam beberapa hari. Dan apa yang dilakukan orang Yahudi, kemudian mencoba menormalkan harga pasar Kemabli.

Apa yang dilakukan Utsman bin Affan adalah salah satu bentuk memotong mata tipu muslihat orang Yahudi untuk menaikkan harga barang di pasaran. Muslihat itu kemudian dibaca Utsman, artinya bahwa Utsman mampu membaca pergerakan pasar dan bagaimana muslihat dimainkan para pedagang jahat di Madinah-

--------------------

Penulis merupakan pedagang buku di Kafeinbuku. Tulisannya bisa kamu baca di Pigurafilm, medium dan Kompasiana.

--------------------



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lucifer, Uang, Bank dan Hutang

Buku karya Lucifer, "Di ambang Kehancuran terbesar ekonomi: Masa lalu Uang dan Masa depan Dunia" terbitan Pustaka Pohon Bodhi, 2007. Menjelaskan bahwa dongeng 5% bunga yang telah digadang-gadang pada tahun 1024 di Inggris dengan digantikannya uang emas oleh uang kertas dan koin pada akhirnya mengubah banyak hal utamanya prespektif manusia akan alat tukar tersebut dan masa depan yang diyakini akan sedikit berbeda. Lucifer, memberitahu bahwa, saat uang kertas dan koin sudah begitu berharga. Manusia sudah begitu terbuai dan bergantung pada uang kertas dan koin, pada akhirnya, uang tersebut akan digantikan dengan bentuk uang digital. Di mana manusia, tidak lagi menggunakan uang kertas dan koin sebagai bentuk transaksi. Bagi Beta, buku yang diterjemahkan oleh Alwie pada 2007 ini cukup menarik. Setidaknya, Lucifer sedang memberitahukan sebuah informasi penting tentang masa depan akan seperti apa. Singkat kata, uang kertas dan koin akan diubah sistemnya, di mana semua itu telah dire

PULANG RANTAU DAN PERTANYAAN YANG SUDAH TIDAK RELEVAN LAGI DITANYAKAN DI ZAMAN SEKARANG -

Bila kamu pulang kampung lalu ada orang tanya ke kamu, "sudah nikah, blm?", "Kerja di mana?", "Punya rumah berapa?" "Anak sudah berapa?" Percayalah, bahwa orang yang bertanya semestinya tinggal dikisaran tahun 1980-an. Dan abadi di sana. Pertanyaan untuk orang merantau sekarang bukan itu, tapi "apa cerita perjalanan mu di rantau?", "Kuliner di sana gimana?", "Kalo dilihat-lihat potensi pekerjaan apa yang rasanya bagus dikembangkan di sana?", "Kehidupan sosial di sana menurutmu gimana?" Itu jauh lebih menyenangkan untuk didengarkan ketimbang cerita soal punya apa di daerah rantau dan pulang pura-pura jadi orang kaya dadakan, jadi senter clas, padahal hidup di rantau belum tentu bahagia, belum tentu juga mudah, ada tuntutan hidup dan gaya hidup yang seringkali terabaikan untuk kita cermati 😁😁 Kita semestinya sudah menanggalkan pertanyaan Materialisme, tentang punya apa, ke pengalaman sosial (social experien

PEREMPUAN BUGIS DAN SEPIRING NASI KUNING-

Di kepala saya, saat menyebutkan nasi kuning, entah mengapa yang tergambar dibenak saya adalah seorang perempuan bugis dengan tangan halus menanak nasi. Entah mengapa pula, wajah seorang perempuan Bugis begitu melekat dibenak saya bila menyebut nasi kuning. Tampaknya, imaji perempuan yang halus wajahnya, yang putih kulitnya, yang merah merekah bibirnya dan hitam rambutnya-diikat ke belakang telah melekat dibenak saya. Semenjak kecil, hanya nasi kuning perempuan Bugislah yang seolah melekat seperti halnya prangko yang menempel di selembar surat. Saat membuat nasi kuning, mereka seolah memiliki resep rahasia. Di balik lembut tangan halus perempuan Bugis, terdapat rahasia masakan. Bila orang Padang membanggakan Barandang Bundonyo, dan menjadi tumpuhan kerinduaan dan kenangan bila di rantau. Maka, yang di kenang dari perempuan Bugis adalah sepiring nasi kuning. Tak begitu jelas, apakah yang memperkenalkan nasi yang berwarna kuning ke Maluku merupakan perempuan-perempuan Bugis, ataukah buka