Bila kamu pulang kampung lalu ada orang tanya ke kamu, "sudah nikah, blm?", "Kerja di mana?", "Punya rumah berapa?" "Anak sudah berapa?" Percayalah, bahwa orang yang bertanya semestinya tinggal dikisaran tahun 1980-an. Dan abadi di sana. Pertanyaan untuk orang merantau sekarang bukan itu, tapi "apa cerita perjalanan mu di rantau?", "Kuliner di sana gimana?", "Kalo dilihat-lihat potensi pekerjaan apa yang rasanya bagus dikembangkan di sana?", "Kehidupan sosial di sana menurutmu gimana?" Itu jauh lebih menyenangkan untuk didengarkan ketimbang cerita soal punya apa di daerah rantau dan pulang pura-pura jadi orang kaya dadakan, jadi senter clas, padahal hidup di rantau belum tentu bahagia, belum tentu juga mudah, ada tuntutan hidup dan gaya hidup yang seringkali terabaikan untuk kita cermati 😁😁
Kita semestinya sudah menanggalkan pertanyaan Materialisme, tentang punya apa, ke pengalaman sosial (social experience). Pengalaman sosial inilah yang menghidupkan para perantau ketimbang cerita punya istri, mobil, anak dan rumah. Bila ada masih bertanya tentang hal itu, percayalah, orang-orang tersebut masih betah hidup di kisaran tahun 1980-an, zaman di mana harga mie instan masih 50 rupiah 🤣🤣🤣
Zaman berubah, pola pikir dan perilaku berubah. Gedung-gedung bagus bertambah, namun pertanyaan kita masih saja sama? Aduh, masihkah kita move on dari pertanyaan yang lebih menarik? Tahun berganti, lebaran datang dan pergi--pertanyaan kita masih sama? Sangat disayangkan 😊 -
Komentar
Posting Komentar