Langsung ke konten utama

MENGAPA MERANTAU MASIH DILAKUKAN, PADAHAL BISA MENGHASILKAN UANG DARI KAMAR TIDUR?


MERANTAU, boleh dibilang adalah obsesi nasional yang menggerakkan jutaan anak muda keluar dari kampung, desa dan nagari (Istilah ini bisa kita temui di daerah Sumatera, untuk merujuk tempat asal) mereka ketempat yang dianggap lebih menguntungkan dalam sisi finansial.

Isu "mengubah nasib" adalah isu yang sudah digandrungi oleh banyak orang dan disuarakan terus menerus dari satu generasi ke generasi yang. Isu ini, serupa magnet yang mengundang banyak anak muda mengubah mindset mereka tentang daerah di ujung senja yang menjanjikan kekayaan, kedamaian dan kesuksesan. Imaji tentang hal itulah, yang menggerakkan anak muda keluar dari rumah mereka. Meninggal rumah, kebun dan binatang ternak mereka---dan menggantikannya dengan imaji punya banyak uang, punya kendaraan terbaru, rumah yang besar dan indah terlihat.

Menurut data Survei Komuter Jadebotabek di 2019, pada 2019 penduduk luar Jakarta yang datang ke Jakarta mencapai 1,2 juta orang per hari. Data ini, seolah menunjukkan bahwa Jakarta sebagai poros magnet terbesar, telah membuat sekitar 1,2 juta manusia memimpikan hidup dengan imaji sukses. Dan Jakarta hanyalah salah satu poros magnet terbesar tersebut. Selain Jakarta, daerah lain yang dipandang bisa mendatangkan banyak pundi-pundi uang adalah di daerah Batam dan Papua.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, jenis pekerjaan apa yang kemudian banyak diinginkan di daerah ideal tersebut, hingga imaji sukses harus merantau dan nasib seolah berubah di daerah rantau.

Bekerja sebagai buruh dan sektor swasta masih jadi wadah yang menyedot banyak tenaga di daerah semacam Jakarta, Batam dan Papua. Namun demikian, data yang disodorkan Kementrian Ketenagakerjaan (Kemenaker) di bulan Agustus 2020 kemarin yang dilakukan pada 1.105 perusahaan di 17 sektor ekonomi, lebih menarik untuk kita lihat hasilnya. Setidaknya, diperkirakan bahwa ragam jenis pekerjaan yang paling banyak dibutuhkan setelah pandemi adalah 18,7% pada Profesional penjualan, pemasaran dan Humas. 13,5% perusahaan membutuhkan pekerja penjualan. 4,4% perusahaan mengaku membutuhkan teknisi operasi TIK dan pendukung pengguna. Artinya bahwa, sektor pemasaran dan penjualan diprediksi sangat dibutuhkan di masa mendatang dengan jumlah presentasi yang tinggi, setalah itu sektor lain semacam penjualan dan TIK pada urutan berikutnya.


Bila kita merujuk dari hasil survei Kemenaker di atas. Kita akan melihat peluang bahwa cara kerja yang saling terhubung dengan kemajuan teknologi dan market yang begitu dekat. Apakah mungkin, merantau masih jadi alasan seseorang untuk keluar rumah dan jauh dari kampung halamannya? Di saat sudah tidak ada lagi sekat dan pola hidup hanya berkutat di kota-kota besar dan kota-kota yang putaran uangnya lebih bagus? Alasan merantau untuk hidup, rasanya sudah tidak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Dunia hari ini telah membuktikan bahwa seseorang bahkan bisa menghasilkan uang dari dalam kamar dengan modal hp dan jaringan internet.

Lantas, untuk apa seseorang merantau bila bisa menghasilkan uang dari dalam kamar tidur? -

-------------

Tulisan ini pula bisa kamu baca di blog La Ponja 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lucifer, Uang, Bank dan Hutang

Buku karya Lucifer, "Di ambang Kehancuran terbesar ekonomi: Masa lalu Uang dan Masa depan Dunia" terbitan Pustaka Pohon Bodhi, 2007. Menjelaskan bahwa dongeng 5% bunga yang telah digadang-gadang pada tahun 1024 di Inggris dengan digantikannya uang emas oleh uang kertas dan koin pada akhirnya mengubah banyak hal utamanya prespektif manusia akan alat tukar tersebut dan masa depan yang diyakini akan sedikit berbeda. Lucifer, memberitahu bahwa, saat uang kertas dan koin sudah begitu berharga. Manusia sudah begitu terbuai dan bergantung pada uang kertas dan koin, pada akhirnya, uang tersebut akan digantikan dengan bentuk uang digital. Di mana manusia, tidak lagi menggunakan uang kertas dan koin sebagai bentuk transaksi. Bagi Beta, buku yang diterjemahkan oleh Alwie pada 2007 ini cukup menarik. Setidaknya, Lucifer sedang memberitahukan sebuah informasi penting tentang masa depan akan seperti apa. Singkat kata, uang kertas dan koin akan diubah sistemnya, di mana semua itu telah dire

PULANG RANTAU DAN PERTANYAAN YANG SUDAH TIDAK RELEVAN LAGI DITANYAKAN DI ZAMAN SEKARANG -

Bila kamu pulang kampung lalu ada orang tanya ke kamu, "sudah nikah, blm?", "Kerja di mana?", "Punya rumah berapa?" "Anak sudah berapa?" Percayalah, bahwa orang yang bertanya semestinya tinggal dikisaran tahun 1980-an. Dan abadi di sana. Pertanyaan untuk orang merantau sekarang bukan itu, tapi "apa cerita perjalanan mu di rantau?", "Kuliner di sana gimana?", "Kalo dilihat-lihat potensi pekerjaan apa yang rasanya bagus dikembangkan di sana?", "Kehidupan sosial di sana menurutmu gimana?" Itu jauh lebih menyenangkan untuk didengarkan ketimbang cerita soal punya apa di daerah rantau dan pulang pura-pura jadi orang kaya dadakan, jadi senter clas, padahal hidup di rantau belum tentu bahagia, belum tentu juga mudah, ada tuntutan hidup dan gaya hidup yang seringkali terabaikan untuk kita cermati 😁😁 Kita semestinya sudah menanggalkan pertanyaan Materialisme, tentang punya apa, ke pengalaman sosial (social experien

PEREMPUAN BUGIS DAN SEPIRING NASI KUNING-

Di kepala saya, saat menyebutkan nasi kuning, entah mengapa yang tergambar dibenak saya adalah seorang perempuan bugis dengan tangan halus menanak nasi. Entah mengapa pula, wajah seorang perempuan Bugis begitu melekat dibenak saya bila menyebut nasi kuning. Tampaknya, imaji perempuan yang halus wajahnya, yang putih kulitnya, yang merah merekah bibirnya dan hitam rambutnya-diikat ke belakang telah melekat dibenak saya. Semenjak kecil, hanya nasi kuning perempuan Bugislah yang seolah melekat seperti halnya prangko yang menempel di selembar surat. Saat membuat nasi kuning, mereka seolah memiliki resep rahasia. Di balik lembut tangan halus perempuan Bugis, terdapat rahasia masakan. Bila orang Padang membanggakan Barandang Bundonyo, dan menjadi tumpuhan kerinduaan dan kenangan bila di rantau. Maka, yang di kenang dari perempuan Bugis adalah sepiring nasi kuning. Tak begitu jelas, apakah yang memperkenalkan nasi yang berwarna kuning ke Maluku merupakan perempuan-perempuan Bugis, ataukah buka