Kalau kalian melihat foto kanak-kanak Kim Jong Un, Donald Trump atau tokoh-tokoh sumbu pendek lainnya di dunia ini, kalian tak akan pernah menyangka bahwa anak-anak dalam foto tersebut kemudian tumbuh jadi manusia-manusia
Dalam skala yang lebih kecil, misalnya keluarga. Bapak yang keras dan bersumbu pendek akan jadi tokoh monster bagi benak anak-anaknya. Tokoh monster ini, kemudian mengalami pergulatan hidup yang biasanya saat mereka menua, tiba-tiba jadi semacam ahli sufi, sosok selamat dari mulut buaya dan menjalani kisah hidup dengan lues, seolah-olah demikian. Namun, pada prakteknya, entah, Donald Trump, Kim Jong Un atau tokoh sentral dalam skala yang lebih kecil, memiliki pola yang sama. Mereka tak pernah bisa ngomong dengan lebih terbuka dan menerima hal-hal baik dengan orang lain dalam cakupan skala mereka. Misal, Donald Trump gala akan pernah dengar omongan negara-negara lain, sebab dia menganggap mereka negara kecil dan Trump adalah representasi dari kekuasaan yang lebih besar dari negara-negara itu. Kim Jong Un gak akan pernah mau diajak ngobrol lebih waras dengan pemimpin di negara tetangganya, Korea Selatan, sebab menganggap dirinya lebih kuat, jumawa dan lebih besar yang diciptakan di muka bumi. Dalam skup keluarga pun demikian, seorang bapak bersumbu pendek, berotak sempit, bermental tempramental, gak akan mungkin bisa ngobrol dengan waras dan baik dengan anak-anak, sebab bagi dia, yang kuasa adalah dia.
Komentar
Posting Komentar