Siapa bilang sejarah gak ngomongin duit? Siapa bilang sejarah cuma ngurus perang, darah dan kematian? Kalau kamu masih beranggapan demikian. Mending mindset kamu diubah dari sekarang. Ok, jadi gini, meski orang sejarah ngomong soal perang namun bila kita agak bergeser sedikit dari kisah perang-perangan tersebut, kita akan sadar bahwa perang, bagaimanapun juga membutuhkan dana. Iya kan! Nah, kita gak usah jauh-jauh menyelidiki ala-ala intel melayu untuk tahu putaran uang untuk mendanai perang. Namun, kalau kita mau buka-bukaan, kita akan mengetahui bahwa setiap peperangan yang terjadi, membutuhkan pendanaan. Kita sepatak sampai disitu, bukan! Bahwa perang membutuhkan dana! Dan biasanya, dalam peperangan memiliki imbas dan imbas dari peperangan tersebut adalah masyarakat. Masyakat adalah korban keganasan perang. Mereka yang dulu kaya dan setelah perang usai, bisa jadi adalah yang paling miskin.
Sekarang pertanyaannya, kamu sudah siapkan apa untuk keganasan tersebut, bila seandainya kamu ada dimasa yang mencekam itu?
Mmm…. Bila logika perang tidak cukup menyadarkan bahwa sejarah mengajak kita berpikir kedepan. Coba deh, kita tengok kejadian hari ini! Saat Covid-19 melanda Indonesia. Berapa banyak sih, yang kemudian merasa bahwa hidup tiba-tiba suram. Pekerjaan sudah gak ada, PHK di mana-mana, mesin-mesin pabrik yang biasanya beroperasi tiba-tiba harus berhenti beroperasi. Bagaimana dengan hidup kita selanjutnya? Bukankah life must go on! Berkaca dari kejadian ini, kita masih mudeng untuk bilang bahwa sejarah gak bercerita soal ancaman sosial semacam ini? Nggak ngomong soal duit? Nggak ngomong soal kesukaran, gusar dan ketakutan masyarakat? Lagi-lagi, sejarah menceritakannya dengan lebih gambling, ketimbang ngomong soal wabah yang sejenis atau hampir sejenis pernah dihadapi banyak orang di masa lalu, berabad-abad yang lalu dan sebagainya (Misalnya virus SARS, virus Blank deat, Antrax dan flu unggas atau misalnya flu Babi). Gak banyak orang sejarah yang ngomong imbas ekonomi dari kejadian yang maha dasyat itu! Fokus kebanyakan orang sejarah, lebih mengedepankan data-data yang tewas dan ancaman penyakit setelah itu, tanpa melihat bagaimana imbas ekonominya bagaimana.
Berangkat dari kisah Covid-19 yang membikin banyak orang dilema bukan main. Coba deh, kamu tengok apa yang dilakukan Jerman saat kalah dalam perang dunia kedua! Kita bisa menggunakan hal yang sama untuk belajar dan mendapat solusi sederhana untuk hidup kita selanjutnya, menimal demikian.
Yang dihadapi Jerman pasca perang dunia kedua adalah dia sebagai yang kalah (The loser), suka atau tidak suka, mereka harus membayang mahal kerugian yang diakibatkan oleh perang dunia kedua tersebut. Dalam catatan sejarah, setidaknya Jerman membayar sekita USD 48,5 Miliyar. Namun, pasca membayar mahal kejadian itu, coba tengok bagaimana Jerman membenah diri mereka untuk menghadapi tantangan kedepannya. Setidaknya, mereka, yakni orag-orang Jerman, belajar banyak untuk bangkit. Satu yang paling berkesan adalah bagaimana mereka belajar untuk berhemat dan mempersiapkan dana darut sendiri untuk digunakan kalau-kalau kejadian tak terduga menghampiri mereka. Kesadaran untuk menabung, berhemat dan membuat dana darurat tersebut membuat Jerman bukan hanya negara yang siap menghadapi ancaman virus dan sebagainya, namun juga ancaman ekonomi. Bukankah pepatah kita, sediakan paying sebelum hujan, itu sudah ada dalam denyut nadi kita, namun lagi-lagi kita tidak menggunakan pepatah tersebut dalam kehidupan. Sedangkan Jerman, dengan berkiblat dari kejadian perang dunia kedua tersebut bukan hanya membuat mereka melek secara finansial untuk menabung dan berhemat, tapi juga menginvestasikan uang mereka untuk digandakan. Mereka juga termasuk negara yang sangat aware dengan ilmu pengetahuan dan kesehatan, gelontoran dana yang gak main-main dikucurkan untuk semua itu. Mereka sadar, bahwa di masa depan sesuatu bisa saja terjadi. Itu sebabnya, yang bisa dilakukan sekarang adalah mminimalkan kejadian tersebut dengan menabung, berhemat dan invetasi. Minimal untuk alokasi dana darut. Dan itu urgent –
Salam hangat:
Muhammad Ali
Komentar
Posting Komentar