Langsung ke konten utama

MARCO POLO: PETUALANGAN, KEKAYAAN DAN SEBUAH CERITA


Syahdan, Marco Polo saat kembali ke Venisia dari petualangannya mengelilingi dunia, ia pulang dengan pakaiaan compang-camping, ia tampak seperti pengemis. Dengan mantel tua yang dikenakannya, menyusuri lorong-lorong, dan pasar di sana, ia jadi objek perhatian semua orang. Namun, saat ia membuka mantelnya dan menarik penutup dalam mantelnya. Penutup mantel itu berhiaskan berbagai permata dan batu mulia. Tiba-tiba seluruh pasang mata, memandangnya, mereka mengenalinya, bahwa ia adalah Marco Polo yang melegenda itu, dan ia akan menceritakan kisahnya pada dunia.

Nah, tentang apa yang menimpa Marco Polo, dunia hari yang penuh dengan banyak kemudahan ini, telah membuat banyak orang melakukan petualangan (Lihat sebab lahirnya asuransi di Eropa) . Tak sedikit dari mereka pulang dengan membawa kekayaan, Pengalaman, dan sebakul cerita yang akan bisa diceritakan hingga tak lekang oleh akhir hayat hidupnya. Kisah-kisah itu pula yang membuat banyak orang keluar dari kampung-kampungmereka, untuk mengubah hidup mereka, keluar dari pulau kecil yang mengikat mereka, menyamudra, berkelana, bertemu banyak orang, mengenali banyak karakter, dan kemudian menceritakannya dengan bahasa paling sederhana.

Kisah itupun yang akan menghinggapi Jakarta dan kota-kota lainnya, pun pulau-pulau tetangganya yang selama ini tak bisa dijangkaunya: Ihwal tentang kesuksesan, Petualangan dan sebakul cerita ( setidaknya saat pulang nanti).

Tak mengherankan, bila satu orang pulang kampung, ia akan mendatangkan 10 orang dari kampungnya untuk mendatangi kota yang membikin sukses si lelaki pengelana yang pulang membawa cerita kekayaan di kota. Meski kisah sukses hari ini, masih bisa dipertanyakan, karena tak sedikit yang pulang bukan jadi Marco Polo tapi boleh jadi sebagai Malin Kundang.


Tetap semangat, jangan lupa bahagia!
Muhammad Ali -



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEREMPUAN BUGIS DAN SEPIRING NASI KUNING-

Di kepala saya, saat menyebutkan nasi kuning, entah mengapa yang tergambar dibenak saya adalah seorang perempuan bugis dengan tangan halus menanak nasi. Entah mengapa pula, wajah seorang perempuan Bugis begitu melekat dibenak saya bila menyebut nasi kuning. Tampaknya, imaji perempuan yang halus wajahnya, yang putih kulitnya, yang merah merekah bibirnya dan hitam rambutnya-diikat ke belakang telah melekat dibenak saya. Semenjak kecil, hanya nasi kuning perempuan Bugislah yang seolah melekat seperti halnya prangko yang menempel di selembar surat. Saat membuat nasi kuning, mereka seolah memiliki resep rahasia. Di balik lembut tangan halus perempuan Bugis, terdapat rahasia masakan. Bila orang Padang membanggakan Barandang Bundonyo, dan menjadi tumpuhan kerinduaan dan kenangan bila di rantau. Maka, yang di kenang dari perempuan Bugis adalah sepiring nasi kuning. Tak begitu jelas, apakah yang memperkenalkan nasi yang berwarna kuning ke Maluku merupakan perempuan-perempuan Bugis, ataukah buka

Lucifer, Uang, Bank dan Hutang

Buku karya Lucifer, "Di ambang Kehancuran terbesar ekonomi: Masa lalu Uang dan Masa depan Dunia" terbitan Pustaka Pohon Bodhi, 2007. Menjelaskan bahwa dongeng 5% bunga yang telah digadang-gadang pada tahun 1024 di Inggris dengan digantikannya uang emas oleh uang kertas dan koin pada akhirnya mengubah banyak hal utamanya prespektif manusia akan alat tukar tersebut dan masa depan yang diyakini akan sedikit berbeda. Lucifer, memberitahu bahwa, saat uang kertas dan koin sudah begitu berharga. Manusia sudah begitu terbuai dan bergantung pada uang kertas dan koin, pada akhirnya, uang tersebut akan digantikan dengan bentuk uang digital. Di mana manusia, tidak lagi menggunakan uang kertas dan koin sebagai bentuk transaksi. Bagi Beta, buku yang diterjemahkan oleh Alwie pada 2007 ini cukup menarik. Setidaknya, Lucifer sedang memberitahukan sebuah informasi penting tentang masa depan akan seperti apa. Singkat kata, uang kertas dan koin akan diubah sistemnya, di mana semua itu telah dire

PULANG RANTAU DAN PERTANYAAN YANG SUDAH TIDAK RELEVAN LAGI DITANYAKAN DI ZAMAN SEKARANG -

Bila kamu pulang kampung lalu ada orang tanya ke kamu, "sudah nikah, blm?", "Kerja di mana?", "Punya rumah berapa?" "Anak sudah berapa?" Percayalah, bahwa orang yang bertanya semestinya tinggal dikisaran tahun 1980-an. Dan abadi di sana. Pertanyaan untuk orang merantau sekarang bukan itu, tapi "apa cerita perjalanan mu di rantau?", "Kuliner di sana gimana?", "Kalo dilihat-lihat potensi pekerjaan apa yang rasanya bagus dikembangkan di sana?", "Kehidupan sosial di sana menurutmu gimana?" Itu jauh lebih menyenangkan untuk didengarkan ketimbang cerita soal punya apa di daerah rantau dan pulang pura-pura jadi orang kaya dadakan, jadi senter clas, padahal hidup di rantau belum tentu bahagia, belum tentu juga mudah, ada tuntutan hidup dan gaya hidup yang seringkali terabaikan untuk kita cermati 😁😁 Kita semestinya sudah menanggalkan pertanyaan Materialisme, tentang punya apa, ke pengalaman sosial (social experien