Langsung ke konten utama

Menelisik Sejarah Asuransi di Eropa

Manusia, pada dasarnya adalah makhluk rapuh dan penuh dengan rasa was-was. Rasa was-was tersebut membuat manusia yang rapuh seperti kita ini kemudian menciptakan banyak "benteng" untuk melindungi diri dari terjangan rasa was-was yang menyergap dengan tiba-tiba. Dari zaman lampau hingga sekarang ini, bila kita tengok kebelakang, kita akan melihat bahwa sejarah umat manusia hanya mengacu pada 3 hal: Kekuasaan, uang dan agama (Kepercayaan). Dan untuk yang kedua, rasanya akan sedikit lebih menarik. Setidaknya hingga hari ini, sejarah ekonomi masih cukup relevan untuk bisa kita kaji dan lihat kembali, apa dan bagaimana rupa sejarah ekonomi terjadi.

Dan kematian, adalah hal yang tak luput untuk dibicarakan dari sejarah umat manusia. Salah satunya adalah bagaimana sejarah tentang penggunaan uang untuk banyak kepentingan digunakan. Salah satunya adalah penggunaan uang dalam dana asuransi yang baru muncul dan dikelola di Eropa pada abad ke-18.

Semua bermula pada tahun 1744, Alexander Wabser dan Robert Wallace di Skotlandia, mendirikan lembaga dana asuransi untuk para pensiunan bagi Janda-janda dan anak yatim dari para pendeta yang meninggal. Apa yang dilakukan Webster dan Wallace, adalah antisipasi dari keterpurukan secara finansial yang akan menimpa janda dan anak yatim yang ditinggal mati.


Kekhawatiran tersebut yang membuat dua berkawan ini, kemudian bertemu seorang profesor matematika dari Universitas of Edinburgh, Colin Masclaurin guna membicarakan kekhawatiran mereka. Ketiganya lalu mengumpulkan data usia berapa orang2 meninggal dan menggunakan data ini untuk mengalkulasi berapa banyak pendeta yang kemungkinan meninggal pada tahun tertentu.


Kemampuan Maclaurin dengan mengolah data tersebut, setidaknya membantu Webster dan Wallace memberitahu berapa banyak pendeta Prebysterian di Skotlandia yang hampir pasti mati di tahun depan. Dan mereka dapat mengantisipasi pengelolaan keuangan untuk para janda dan anak yatim dari para pendeta di Prebysterian.


Apa yang dilakukan dua orang sekawan tersebut pada tahun 1744 di Skotlandia, adalah salah satu upaya untuk mengantisipasi keterpurukan secara keuangan bila nanti para pendeta menginggal dunia, dan meninggalkan para janda dan anak yatim.


Sekarang, kamu, apa yang sudah dipersiapkan dan memprediksi dirimu di masa depan bila nanti sakit atau PHK, keluar dari tempat kerja? [ ]

Muhammad Ali | bastorydolo.blogspot.com | Sejarah Ekonomi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lucifer, Uang, Bank dan Hutang

Buku karya Lucifer, "Di ambang Kehancuran terbesar ekonomi: Masa lalu Uang dan Masa depan Dunia" terbitan Pustaka Pohon Bodhi, 2007. Menjelaskan bahwa dongeng 5% bunga yang telah digadang-gadang pada tahun 1024 di Inggris dengan digantikannya uang emas oleh uang kertas dan koin pada akhirnya mengubah banyak hal utamanya prespektif manusia akan alat tukar tersebut dan masa depan yang diyakini akan sedikit berbeda. Lucifer, memberitahu bahwa, saat uang kertas dan koin sudah begitu berharga. Manusia sudah begitu terbuai dan bergantung pada uang kertas dan koin, pada akhirnya, uang tersebut akan digantikan dengan bentuk uang digital. Di mana manusia, tidak lagi menggunakan uang kertas dan koin sebagai bentuk transaksi. Bagi Beta, buku yang diterjemahkan oleh Alwie pada 2007 ini cukup menarik. Setidaknya, Lucifer sedang memberitahukan sebuah informasi penting tentang masa depan akan seperti apa. Singkat kata, uang kertas dan koin akan diubah sistemnya, di mana semua itu telah dire

PULANG RANTAU DAN PERTANYAAN YANG SUDAH TIDAK RELEVAN LAGI DITANYAKAN DI ZAMAN SEKARANG -

Bila kamu pulang kampung lalu ada orang tanya ke kamu, "sudah nikah, blm?", "Kerja di mana?", "Punya rumah berapa?" "Anak sudah berapa?" Percayalah, bahwa orang yang bertanya semestinya tinggal dikisaran tahun 1980-an. Dan abadi di sana. Pertanyaan untuk orang merantau sekarang bukan itu, tapi "apa cerita perjalanan mu di rantau?", "Kuliner di sana gimana?", "Kalo dilihat-lihat potensi pekerjaan apa yang rasanya bagus dikembangkan di sana?", "Kehidupan sosial di sana menurutmu gimana?" Itu jauh lebih menyenangkan untuk didengarkan ketimbang cerita soal punya apa di daerah rantau dan pulang pura-pura jadi orang kaya dadakan, jadi senter clas, padahal hidup di rantau belum tentu bahagia, belum tentu juga mudah, ada tuntutan hidup dan gaya hidup yang seringkali terabaikan untuk kita cermati 😁😁 Kita semestinya sudah menanggalkan pertanyaan Materialisme, tentang punya apa, ke pengalaman sosial (social experien

PEREMPUAN BUGIS DAN SEPIRING NASI KUNING-

Di kepala saya, saat menyebutkan nasi kuning, entah mengapa yang tergambar dibenak saya adalah seorang perempuan bugis dengan tangan halus menanak nasi. Entah mengapa pula, wajah seorang perempuan Bugis begitu melekat dibenak saya bila menyebut nasi kuning. Tampaknya, imaji perempuan yang halus wajahnya, yang putih kulitnya, yang merah merekah bibirnya dan hitam rambutnya-diikat ke belakang telah melekat dibenak saya. Semenjak kecil, hanya nasi kuning perempuan Bugislah yang seolah melekat seperti halnya prangko yang menempel di selembar surat. Saat membuat nasi kuning, mereka seolah memiliki resep rahasia. Di balik lembut tangan halus perempuan Bugis, terdapat rahasia masakan. Bila orang Padang membanggakan Barandang Bundonyo, dan menjadi tumpuhan kerinduaan dan kenangan bila di rantau. Maka, yang di kenang dari perempuan Bugis adalah sepiring nasi kuning. Tak begitu jelas, apakah yang memperkenalkan nasi yang berwarna kuning ke Maluku merupakan perempuan-perempuan Bugis, ataukah buka