Langsung ke konten utama

SYED HUSEIN ALATAS DAN MEMBAYANGKAN SEBUAH TEMPAT -

Beta katawa saat membaca bukunya Syed Husein Alatas 😊 bagaimana orang Spanyol menyebut orang Filipina itu pemalas, namun dalam waktu yang sama saat udara di Asia tenggara utamanya di Manila sedang panas, orang-orang Spanyol ini kerja cuma satu jam, mereka datang jam 10 pagi dan pulang jam 11 siang, mereka datang ke kantor cuma duduk-duduk dan ngobrol ngalur ngidul dengan teman sekantor, ngerokok dan terkekeh. Mereka meninggalkan kerja dalam beberapa hari di musim tersebut dan menuju tempat-tempat berair, di warung, mondar-mandir.

Membaca hal tersebut bikin Beta ketawa, Beta membayangkan sebuah kota kecil di suatu tempat, pegawai negeri datang saat jam 9 pagi, masuk kantor, meniru tas di atas meja kerja, pesan kopi, ngobrol dengan rekan kerja, salah satu obrolan mereka tentang makan siang di mana. Lalu tanpa mengerjakan apapun, mereka pindah tempat dan ngobrol ngalur ngidul, soal hutang, uang dan barangkali soal hubungan gelap si anu dan si anu. Tak lama jam 11, mereka keluar cari makan. Mereka mengisi absen manual lalu menghilang, pulang ke rumah.

Adegannya bisa kita bikin agak modern, seorang pegawai kantor masuk jam 8 pagi, rambut di sisir rapih, wangi tercium dengan begitu semerbak, setelah absen sidik jari dia masuk ke ruang kerja, menaruh tas di meja lalu ngobrol dengan rekan kerja sembari memainkan hp dan buka-buka sosial media, memesan kopi dan pindah ke sebuah ruangan lain, ngobrol soal sepatu terbaru, hp terbaru, ngobrol ngalur ngidul. Tiba-tiba sudah jam 11 siang, dia pamit makan siang. Balik ke kantor lagi jam 4 sore, absen sidik jadi jam 5 sore dan pulang ke rumah.

Di masa depan, di sebuah kota yang jauh dari Manila, penggambaran Syed Husein Alatas masih tampak sama. Bahkan mungkin yang absen sudah pakai GPS sekalipun, manusia punya cela untuk leha-leha, pikir mereka sederhana "lah wong gak ada kerja yang harus dikerjakan. Tiap bulan tinggal dapat gaji, yah wes, ngopi dulu, santai dulu, slow" -



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lucifer, Uang, Bank dan Hutang

Buku karya Lucifer, "Di ambang Kehancuran terbesar ekonomi: Masa lalu Uang dan Masa depan Dunia" terbitan Pustaka Pohon Bodhi, 2007. Menjelaskan bahwa dongeng 5% bunga yang telah digadang-gadang pada tahun 1024 di Inggris dengan digantikannya uang emas oleh uang kertas dan koin pada akhirnya mengubah banyak hal utamanya prespektif manusia akan alat tukar tersebut dan masa depan yang diyakini akan sedikit berbeda. Lucifer, memberitahu bahwa, saat uang kertas dan koin sudah begitu berharga. Manusia sudah begitu terbuai dan bergantung pada uang kertas dan koin, pada akhirnya, uang tersebut akan digantikan dengan bentuk uang digital. Di mana manusia, tidak lagi menggunakan uang kertas dan koin sebagai bentuk transaksi. Bagi Beta, buku yang diterjemahkan oleh Alwie pada 2007 ini cukup menarik. Setidaknya, Lucifer sedang memberitahukan sebuah informasi penting tentang masa depan akan seperti apa. Singkat kata, uang kertas dan koin akan diubah sistemnya, di mana semua itu telah dire

PULANG RANTAU DAN PERTANYAAN YANG SUDAH TIDAK RELEVAN LAGI DITANYAKAN DI ZAMAN SEKARANG -

Bila kamu pulang kampung lalu ada orang tanya ke kamu, "sudah nikah, blm?", "Kerja di mana?", "Punya rumah berapa?" "Anak sudah berapa?" Percayalah, bahwa orang yang bertanya semestinya tinggal dikisaran tahun 1980-an. Dan abadi di sana. Pertanyaan untuk orang merantau sekarang bukan itu, tapi "apa cerita perjalanan mu di rantau?", "Kuliner di sana gimana?", "Kalo dilihat-lihat potensi pekerjaan apa yang rasanya bagus dikembangkan di sana?", "Kehidupan sosial di sana menurutmu gimana?" Itu jauh lebih menyenangkan untuk didengarkan ketimbang cerita soal punya apa di daerah rantau dan pulang pura-pura jadi orang kaya dadakan, jadi senter clas, padahal hidup di rantau belum tentu bahagia, belum tentu juga mudah, ada tuntutan hidup dan gaya hidup yang seringkali terabaikan untuk kita cermati 😁😁 Kita semestinya sudah menanggalkan pertanyaan Materialisme, tentang punya apa, ke pengalaman sosial (social experien

PEREMPUAN BUGIS DAN SEPIRING NASI KUNING-

Di kepala saya, saat menyebutkan nasi kuning, entah mengapa yang tergambar dibenak saya adalah seorang perempuan bugis dengan tangan halus menanak nasi. Entah mengapa pula, wajah seorang perempuan Bugis begitu melekat dibenak saya bila menyebut nasi kuning. Tampaknya, imaji perempuan yang halus wajahnya, yang putih kulitnya, yang merah merekah bibirnya dan hitam rambutnya-diikat ke belakang telah melekat dibenak saya. Semenjak kecil, hanya nasi kuning perempuan Bugislah yang seolah melekat seperti halnya prangko yang menempel di selembar surat. Saat membuat nasi kuning, mereka seolah memiliki resep rahasia. Di balik lembut tangan halus perempuan Bugis, terdapat rahasia masakan. Bila orang Padang membanggakan Barandang Bundonyo, dan menjadi tumpuhan kerinduaan dan kenangan bila di rantau. Maka, yang di kenang dari perempuan Bugis adalah sepiring nasi kuning. Tak begitu jelas, apakah yang memperkenalkan nasi yang berwarna kuning ke Maluku merupakan perempuan-perempuan Bugis, ataukah buka