Boleh saja, kemeja, celana jens hitam, sepatu nike, serta topi yang ia kenakan adalah bagian lain dari pulau yang mengirim barang-barang mewah itu ke tanahnya. Tempe, tahu dan beraneka buah-buahan adalah rahmat yang tumbuh subur bukan dari tanahnya. Tapi, Embal? Tampaknya tumbuh dari tanah nenek moyangnya.
Embal menjadi semacam, warisan yang tak boleh ia lupakan. Malik (21 Thn) lelaki Asal Kei ini adalah satu dari sekian banyak anak muda yang merantau ke Ambon untuk mencecap pendidikan di ibukota provinsi. Baginya, Embal adalah makanan yang merekatkan dirinya dengan kenangan asal keberadaannya. Wangi tanah di Maluku tenggara tertuang dari Embal yang ia santap tiap pagi bersama secangkir kopi kapal api.
Apakah ada hal lain yang bisa membuat degup haru dan kangen selain Embal? selain makanan asal dari mana seorang rantau mesti merindu tanah dan wangi ia berasal?
Embal membawa kenangan, rindu dan juga asal usul.
Malik tumbuh dengan Budaya tanah Kei. Tanah yang mengiring gerimis rindu akan batu-batu karang, lautan biru nan hijau, langit yang tampak lebih indah, pasir pantai yang begitu halus - lebih halus dari tepung terigu dan ikan yang banyak-- yang berlompatan ke jela nelayan, ia sungguh melenakkan hingga membuatnya begitu rindu.
Secara topografi, tanah Kei bukan tanah ideal untuk bertanam. Segala macam buah, di kirim dari daerah lain, bahkan pala dan cengkeh.
Malik dan mungkin pula, lelaki lain dari Kei (entah Kei besar-maupun Kei kecil) bukanlah lelaki Cengkeh yang bau aroma tubuhnya terhendus bau wewangian cengkeh atau lelaki Pala, Ia adalah lelaki Embal.
Tanah berbatu itu, telah mengajarkan bagaimana rindu tertuang dari sarapan pagi di tanah rantau; Embal dan secangkir kopi kapal api.
Ambon, 2015
Komentar
Posting Komentar