Langsung ke konten utama

LUBANG KESUKSESAN CONTENT CREATOR

Gak semua orang bisa dengan mudah dan gampang menemukan kesuksesan. Gak semua orang dengan mudahnya menentukan pundi-pundi uang. Gak semua orang bisa dengan cepat menemukan lubang galian tambang uang. Gak semua orang.

Beranjak dari pemikiran tersebut maka, kesusksesan adalah sebuah proses yang cukup panjang untuk menemukan lubang tersebut. Sebagai contoh misalnya, Nas Daily, sekumpulan anak muda yang bekerja sebagai content creator, cukup tidak populer di YouTube channel, jumlah penonton di YouTube milik Nas Daily sangat sedikit. Peminat dan penikmat karya-karya Nas terbilang tak punya tempat di YouTube. Hal itu jauh berbeda bila kita menyebutkan bahwa karya Nas Daily di Facebook lewat halaman milik mereka punya penikmat yang sangat fantastik, 1juta penonton per video yang di upload. Artinya bahwa, Nas Daily, tak cukup memikat di YouTube namun cukup populer di Facebook. Hal tersebut jauh berbeda dengan Deddy Corbuzier. Deddy tidak begitu populer di ranah Facebook, penikmat obrolan Deddy Corbuzier lebih banyak di YouTube channel miliknya. Pundi-pundi uang ada di sana, namun tak di Facebook.

Baik Nas maupun Deddy adalah dua content creator yang telah menemukan lubang galian tambang mereka. Mereka tidak begitu populer di satu lubang, namun begitu populer di lubang yang lain. Kesadaran menemukan untuk menggali terus lubang yang mana adalah cara mereka meraba-raba akan pundi-pundi uang lebih banyak ada di mana. Itu sebabnya, banyak content creator selalu mencari media penyaluran mereka lebih dari satu. Selain YouTube, Facebook, mereka juga merambah ke tempat lain semacam Instagram, Twitter, atau mungkin yang akan populer lainnya.

Dan salah satu lubang tambang uang anak muda yang memfokuskan diri mereka sebagai content creator adalah Tiktok. Meski semula Tiktok dianggap remeh sebagai media yang cuma joget-joget, namun lambat-laun media satu ini jadi alternatif pilihan para content creator. Pundi-pundi uang barangkali ada di sana, gelontoran uang dalam nominal yang terus menggulung bisa ditemukan di sana.  Dan yang mesti harus dilakukan para content creator, terus mencari media mana yang cocok dan paling banyak penikmatnya dari sekian media yang kita gunakan, kita pakai, kita nikmati.

Tantangan terbesar dari content creator hari ini adalah dirinya sendiri, dia harus melawan dirinya dari rasa malas, capek, suntuk untuk terus berkarya dan menemukan tambang uang mereka. Bagaimana dengan mu? -

---------------

Penulis merupakan seorang penjual buku di Kafeinbuku. Tulisannya yang lain bisa kamu baca di Pigurafilm, Kompasiana dan Medium.

--------------




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lucifer, Uang, Bank dan Hutang

Buku karya Lucifer, "Di ambang Kehancuran terbesar ekonomi: Masa lalu Uang dan Masa depan Dunia" terbitan Pustaka Pohon Bodhi, 2007. Menjelaskan bahwa dongeng 5% bunga yang telah digadang-gadang pada tahun 1024 di Inggris dengan digantikannya uang emas oleh uang kertas dan koin pada akhirnya mengubah banyak hal utamanya prespektif manusia akan alat tukar tersebut dan masa depan yang diyakini akan sedikit berbeda. Lucifer, memberitahu bahwa, saat uang kertas dan koin sudah begitu berharga. Manusia sudah begitu terbuai dan bergantung pada uang kertas dan koin, pada akhirnya, uang tersebut akan digantikan dengan bentuk uang digital. Di mana manusia, tidak lagi menggunakan uang kertas dan koin sebagai bentuk transaksi. Bagi Beta, buku yang diterjemahkan oleh Alwie pada 2007 ini cukup menarik. Setidaknya, Lucifer sedang memberitahukan sebuah informasi penting tentang masa depan akan seperti apa. Singkat kata, uang kertas dan koin akan diubah sistemnya, di mana semua itu telah dire

PULANG RANTAU DAN PERTANYAAN YANG SUDAH TIDAK RELEVAN LAGI DITANYAKAN DI ZAMAN SEKARANG -

Bila kamu pulang kampung lalu ada orang tanya ke kamu, "sudah nikah, blm?", "Kerja di mana?", "Punya rumah berapa?" "Anak sudah berapa?" Percayalah, bahwa orang yang bertanya semestinya tinggal dikisaran tahun 1980-an. Dan abadi di sana. Pertanyaan untuk orang merantau sekarang bukan itu, tapi "apa cerita perjalanan mu di rantau?", "Kuliner di sana gimana?", "Kalo dilihat-lihat potensi pekerjaan apa yang rasanya bagus dikembangkan di sana?", "Kehidupan sosial di sana menurutmu gimana?" Itu jauh lebih menyenangkan untuk didengarkan ketimbang cerita soal punya apa di daerah rantau dan pulang pura-pura jadi orang kaya dadakan, jadi senter clas, padahal hidup di rantau belum tentu bahagia, belum tentu juga mudah, ada tuntutan hidup dan gaya hidup yang seringkali terabaikan untuk kita cermati 😁😁 Kita semestinya sudah menanggalkan pertanyaan Materialisme, tentang punya apa, ke pengalaman sosial (social experien

PEREMPUAN BUGIS DAN SEPIRING NASI KUNING-

Di kepala saya, saat menyebutkan nasi kuning, entah mengapa yang tergambar dibenak saya adalah seorang perempuan bugis dengan tangan halus menanak nasi. Entah mengapa pula, wajah seorang perempuan Bugis begitu melekat dibenak saya bila menyebut nasi kuning. Tampaknya, imaji perempuan yang halus wajahnya, yang putih kulitnya, yang merah merekah bibirnya dan hitam rambutnya-diikat ke belakang telah melekat dibenak saya. Semenjak kecil, hanya nasi kuning perempuan Bugislah yang seolah melekat seperti halnya prangko yang menempel di selembar surat. Saat membuat nasi kuning, mereka seolah memiliki resep rahasia. Di balik lembut tangan halus perempuan Bugis, terdapat rahasia masakan. Bila orang Padang membanggakan Barandang Bundonyo, dan menjadi tumpuhan kerinduaan dan kenangan bila di rantau. Maka, yang di kenang dari perempuan Bugis adalah sepiring nasi kuning. Tak begitu jelas, apakah yang memperkenalkan nasi yang berwarna kuning ke Maluku merupakan perempuan-perempuan Bugis, ataukah buka