Satu persatu Rahmat Allah dari diri kita akan dicabut pelan-pelan. Ada yang Rahmat yang dicabut berupa penglihatan yang mulai buram. Rambut yang mulai memutih. Rambut mulai rontok. Jantung mulai melemah. Urat dari tangan atau kaki yang menghubungkan jalur darah mulai tersumbat. Rahmat ingatan yang mulai berkurang. Penciuman. Gigi yang mulai tanggal. Tangan yang gemetar, langkah yang mulai tertatih. Pendengaran yang mulai berkurang.
Segala Rahmat yang diberikan hari ini satu persatu akan dicabut kelak. Entah yang mana dulu yang akan dicabut. Lalu, pertanyaan selalu sama: Lalu amal apa yang sudah kita persiapkan? Sebelum satu persatu Rahmat itu dicabut dan kita benar-benar meninggal? Detak jantung yang berhenti. Otak yang tak lagi berfungsi. Dan tubuh pucat pasih.
Allah juga akan mempertanyakan soal mata yang kita gunakan? Kaki yang kita ayunkan untuk melangkah ke mana? Jantung normal yang kita miliki bagaimana kita berlaku baik padanya? Pendengaran kita, dengar apa saja? Lisan kita, ngomong apa saja? Hidung kita hirup apa saja? Tak terbayangkan hari besar itu tiba dan bisakah kita menjawabnya. Sedangkan setiap pertanyaan yang diajukan punya konsekuensi yang siap mencabik kita jadi remahan pepes dan ampas terigu.
Akhir-akhir ini, saya suka bertanya soal hal-hal itu. Saya kadang gak habis pikir, ada orang yang masih suka berkelahi, beradu argument yang tak penting, masih suka mencaci, masih suka keras kepala, sombong, jumawa. Padahal semua itu sama sekali gak menolong kita diakhirat kelak! Kita juga masih membumbung tinggi soal hidup abadi, kejar dunia lupa sholat. Wow, Hidup gak lari kemana-mana, seperti kematian pun gak kemana-mana. Kematian ngikutin kita melangkah. Lalu saat waktunya sudah tiba, kematian menyelesaikan tugasnya mengeksekusi diri kita.
Bagaimana dengan mu? Sudahkah siap jadi remahan pepes atau ampas terigu?
Komentar
Posting Komentar