Langsung ke konten utama

ORANG KAYA DI SEBELAH RUMAH

Apakah kamu pernah membaca buku The millionaire next door? dalam buku itu, Thomas dan William menyuguhkan banyak hal menarik untuk direnungkan. Penelitian mereka tentang orang kaya di Amerika nyatanya hidup dengan gaya hidup serba sederhana. Para miliuner tersebut, jarang bahkan gak pernah makan makanan enak banget dan mahal seperti kebanyakan orang. Mereka juga jarang banget berbaur dengan masyarakat umum yang gaya bicaranya suka-suka gue (gak mikir perasaan orang), mereka habiskan banyak waktu buat olahraga saat pagi, rumah mereka juga gak terlihat mewah-mewah amat. Tak jarang tetangganya sama sekali gak menyangka bila dengan pola makan, olahraga dan rumah yang sederhana tersebut adalah orang kaya. Saat keluar rumah, mereka pun mengenakan pakaian yang serba sederhana, baju oblong polos, celana jeans sobek dan sepatu atau sendal. Mereka tak tampak sama sekali sebagai orang kaya. Namun, orang-orang yang menampakkan kekayaan mereka di Amerika, boleh jadi adalah orang sebaliknya. Mereka yang berada di kutub berbeda dengan orang kaya Amerika atau Thomas dan William menyebutkannya dengan istilah Millionaire next door (tetangga kaya), memilih untuk menampakkan seolah-olah kaya, baju bagus, rumah mewah, kendaraan yang tampak mahal, circle pertemanan mereka pun lebih cenderung bergaul dengan orang-orang yang sejenis dengan pola yang sama.

Dari penelitian Thomas dan William tersebut kita bisa mempelajari bahwa orang kaya di Amerika cenderung hidup dengan gaya serba sederhana. Sedangkan orang yang berada di kutub berlainan cenderung hidup dengan gaya yang serba "seolah-olah" kaya. Para miliuner muda yang rata-rata berumur 46 tahun punya pola yang sama dengan para miliuner tua yang berusia 75 tahun di Amerika, bahwa mereka tampak seperti orang biasa. Seorang dengan baju sederhana, sedang membaca novel atau buku di sebuah taman sederhana dan barangkali gak ada yang menyangka bahwa seorang lelaki yang sedang memperbaiki ban sepeda di jalan itu adalah seorang kaya.


Bagi, Thomas dan William, orang yang masuk dalam kategori kaya atau millionaire next door memiliki uang nganggur sebesar 1juta dollar (paling kecilnya) yang diketahui, sedangkan kebanyakan lagi jumlah nominalnya bisa berpuluh-puluh kali lipat. Satu juta dollar tersebut disebutkan Thomas dan William pada tahun 1950-an. Bagaimana dengan tahun millenium? Pasti nominalnya naik kan! Namun yang benar-benar hendak disampaikan mereka adalah soal, gaya hidup orang kaya yang sebenarnya hidup dengan gaya yang serba sederhana. Mereka makan seadanya, William punya cerita sendiri. Yakni saat menulis buku ini, dia mengajak makan orang-orang kaya tersebut. Dia menghadirkan beragam menu makanan mahal bahkan teramat mahal, dengan asumsi bahwa orang kaya pasti makannya makanan mahal. Namun yang terjadi berikutnya adalah hal berbeda. Orang-orang kaya tersebut malah merasa canggung dan risih dengan menu mahalan tersebut. Disinilah, William menyadari bahwa orang kaya sekalipun tidak harus serba makan makanan super mahal. Dia kemudian menulis buku, the millionaire next door, dengan sebuah asumsi Sederhana bahwa orang kaya boleh jadi adalah tetangga rumah mu yang terlihat sederhana -



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lucifer, Uang, Bank dan Hutang

Buku karya Lucifer, "Di ambang Kehancuran terbesar ekonomi: Masa lalu Uang dan Masa depan Dunia" terbitan Pustaka Pohon Bodhi, 2007. Menjelaskan bahwa dongeng 5% bunga yang telah digadang-gadang pada tahun 1024 di Inggris dengan digantikannya uang emas oleh uang kertas dan koin pada akhirnya mengubah banyak hal utamanya prespektif manusia akan alat tukar tersebut dan masa depan yang diyakini akan sedikit berbeda. Lucifer, memberitahu bahwa, saat uang kertas dan koin sudah begitu berharga. Manusia sudah begitu terbuai dan bergantung pada uang kertas dan koin, pada akhirnya, uang tersebut akan digantikan dengan bentuk uang digital. Di mana manusia, tidak lagi menggunakan uang kertas dan koin sebagai bentuk transaksi. Bagi Beta, buku yang diterjemahkan oleh Alwie pada 2007 ini cukup menarik. Setidaknya, Lucifer sedang memberitahukan sebuah informasi penting tentang masa depan akan seperti apa. Singkat kata, uang kertas dan koin akan diubah sistemnya, di mana semua itu telah dire

PULANG RANTAU DAN PERTANYAAN YANG SUDAH TIDAK RELEVAN LAGI DITANYAKAN DI ZAMAN SEKARANG -

Bila kamu pulang kampung lalu ada orang tanya ke kamu, "sudah nikah, blm?", "Kerja di mana?", "Punya rumah berapa?" "Anak sudah berapa?" Percayalah, bahwa orang yang bertanya semestinya tinggal dikisaran tahun 1980-an. Dan abadi di sana. Pertanyaan untuk orang merantau sekarang bukan itu, tapi "apa cerita perjalanan mu di rantau?", "Kuliner di sana gimana?", "Kalo dilihat-lihat potensi pekerjaan apa yang rasanya bagus dikembangkan di sana?", "Kehidupan sosial di sana menurutmu gimana?" Itu jauh lebih menyenangkan untuk didengarkan ketimbang cerita soal punya apa di daerah rantau dan pulang pura-pura jadi orang kaya dadakan, jadi senter clas, padahal hidup di rantau belum tentu bahagia, belum tentu juga mudah, ada tuntutan hidup dan gaya hidup yang seringkali terabaikan untuk kita cermati 😁😁 Kita semestinya sudah menanggalkan pertanyaan Materialisme, tentang punya apa, ke pengalaman sosial (social experien

PEREMPUAN BUGIS DAN SEPIRING NASI KUNING-

Di kepala saya, saat menyebutkan nasi kuning, entah mengapa yang tergambar dibenak saya adalah seorang perempuan bugis dengan tangan halus menanak nasi. Entah mengapa pula, wajah seorang perempuan Bugis begitu melekat dibenak saya bila menyebut nasi kuning. Tampaknya, imaji perempuan yang halus wajahnya, yang putih kulitnya, yang merah merekah bibirnya dan hitam rambutnya-diikat ke belakang telah melekat dibenak saya. Semenjak kecil, hanya nasi kuning perempuan Bugislah yang seolah melekat seperti halnya prangko yang menempel di selembar surat. Saat membuat nasi kuning, mereka seolah memiliki resep rahasia. Di balik lembut tangan halus perempuan Bugis, terdapat rahasia masakan. Bila orang Padang membanggakan Barandang Bundonyo, dan menjadi tumpuhan kerinduaan dan kenangan bila di rantau. Maka, yang di kenang dari perempuan Bugis adalah sepiring nasi kuning. Tak begitu jelas, apakah yang memperkenalkan nasi yang berwarna kuning ke Maluku merupakan perempuan-perempuan Bugis, ataukah buka