Langsung ke konten utama

DEFINISI SUKSES WARREN BUFFETT - .

Dalam wawancaranya, Warren Buffett sempat ditanya, "Apa definisi sukses menurutmu, Buffett?" dengan cepat, dia lantas menjawab, "sukses bagi saya adalah saat kamu berusia 60 tahun hingga 75 tahun, kemudian orang-orang yang ingin kamu cintai lantas mencintaimu, itu sukses menurut saya"

Warren Buffett, tidak berbicara tentang sukses yang punya berkelimpahan uang, Warren tidak sedang berbagai bahwa punya uang banyak adalah sukses. Punya mobil mewah, punya rumah gedongan, punya permatan, berlian, emas atau apalah itu. Tidak. Warren Buffett menyebutkan bahwa sukses adalah bisa mencintai dan kamu dicintai, entah keluargamu, teman dan sahabat. Coba bandingkan hal itu dengan kita. Berapa banyak orang di luar sana, mati-matian menjadi singa, macan, monster jalanan kemudian saat mereka tua, mereka hendak dilupakan anak mereka? Berapa banyak orang di luar sana, yang kerja keras bagai kuda, namun saat usia tua, satu persatu anaknya keluar rumah dan lupa orangtuanya? Berapa banyak orang di luar sana, jadi mesin uang bagi keluarganya, namun dikemudian hari mereka punya jarak dengan anaknya, dengan istrinya, Mereka begitu buruk berkomunikasi dengan keluarganya? Berapa banyak hal itu terjadi? Tentu sangat banyak dilingkungan kita. Fakta-fakta itu berseliweran di depan mata kita, dalam denyut kita, dalam lingkungan disekitar kita. Tak jarang, seseorang telah merasa memenuhi kebutuhan keluarga dengan menjadi jagoan neon di dalam pekerjaan mereka, dalam kerja mereka dan profesi mereka, namun saat mereka pulang, mereka tidak bisa berkomunikasi dengan baik, mereka tidak bisa hidup harmonis, mereka tidak sanggup menghadirkan bahasa yang baik dengan keluarga. Di satu sisi mereka memberikan nafkah, namun di sisi lain, ketidak sanggupan mereka untuk berlaku baik begitu buruk. Rumah bagi sebagian orang barangkali sebagai pelarian dari kerja keras bagai kuda. Pada titik ini, segala hal berupa kekerasan rumah tangga, perselingkuhan dan semisalnya punya potensi yang sangat besar. Lelaki menganggap bahwa sosok sukses adalah sanggup menafkahi keluarga dengan material "gue udah kasih loe ini, loe terima" nggak, gak. Gak seperti itu definisi sukses. 

Sekali lagi, sukses bukan berapa banyak harta dalam bentuk uang yang kamu kumpulkan siang malam. Tapi seberapa banyak kenangan dan kebaikan yang jadi contoh buat anak keturunan kamu, sehingga bila nanti kamu mati, amalan baik dan ingatan baik tentang kamu yang akan jadi buah bibir keluargamu, bukan sikap arogansi, sombong, anggap remeh orang lain, yang kamu tunjukkan. Bukan mentang-mentang jadi orangtua lantas menganggap dirimu ma'shum, manusia tak pernah berbuat dosa. Come on, hidup gak seperti itu. Investasilah, kenangan yang baik untuk anak dan keturunanmu. Bukan menabur melapetaka dan hal buruk pada keturunanmu -

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lucifer, Uang, Bank dan Hutang

Buku karya Lucifer, "Di ambang Kehancuran terbesar ekonomi: Masa lalu Uang dan Masa depan Dunia" terbitan Pustaka Pohon Bodhi, 2007. Menjelaskan bahwa dongeng 5% bunga yang telah digadang-gadang pada tahun 1024 di Inggris dengan digantikannya uang emas oleh uang kertas dan koin pada akhirnya mengubah banyak hal utamanya prespektif manusia akan alat tukar tersebut dan masa depan yang diyakini akan sedikit berbeda. Lucifer, memberitahu bahwa, saat uang kertas dan koin sudah begitu berharga. Manusia sudah begitu terbuai dan bergantung pada uang kertas dan koin, pada akhirnya, uang tersebut akan digantikan dengan bentuk uang digital. Di mana manusia, tidak lagi menggunakan uang kertas dan koin sebagai bentuk transaksi. Bagi Beta, buku yang diterjemahkan oleh Alwie pada 2007 ini cukup menarik. Setidaknya, Lucifer sedang memberitahukan sebuah informasi penting tentang masa depan akan seperti apa. Singkat kata, uang kertas dan koin akan diubah sistemnya, di mana semua itu telah dire

PULANG RANTAU DAN PERTANYAAN YANG SUDAH TIDAK RELEVAN LAGI DITANYAKAN DI ZAMAN SEKARANG -

Bila kamu pulang kampung lalu ada orang tanya ke kamu, "sudah nikah, blm?", "Kerja di mana?", "Punya rumah berapa?" "Anak sudah berapa?" Percayalah, bahwa orang yang bertanya semestinya tinggal dikisaran tahun 1980-an. Dan abadi di sana. Pertanyaan untuk orang merantau sekarang bukan itu, tapi "apa cerita perjalanan mu di rantau?", "Kuliner di sana gimana?", "Kalo dilihat-lihat potensi pekerjaan apa yang rasanya bagus dikembangkan di sana?", "Kehidupan sosial di sana menurutmu gimana?" Itu jauh lebih menyenangkan untuk didengarkan ketimbang cerita soal punya apa di daerah rantau dan pulang pura-pura jadi orang kaya dadakan, jadi senter clas, padahal hidup di rantau belum tentu bahagia, belum tentu juga mudah, ada tuntutan hidup dan gaya hidup yang seringkali terabaikan untuk kita cermati 😁😁 Kita semestinya sudah menanggalkan pertanyaan Materialisme, tentang punya apa, ke pengalaman sosial (social experien

PEREMPUAN BUGIS DAN SEPIRING NASI KUNING-

Di kepala saya, saat menyebutkan nasi kuning, entah mengapa yang tergambar dibenak saya adalah seorang perempuan bugis dengan tangan halus menanak nasi. Entah mengapa pula, wajah seorang perempuan Bugis begitu melekat dibenak saya bila menyebut nasi kuning. Tampaknya, imaji perempuan yang halus wajahnya, yang putih kulitnya, yang merah merekah bibirnya dan hitam rambutnya-diikat ke belakang telah melekat dibenak saya. Semenjak kecil, hanya nasi kuning perempuan Bugislah yang seolah melekat seperti halnya prangko yang menempel di selembar surat. Saat membuat nasi kuning, mereka seolah memiliki resep rahasia. Di balik lembut tangan halus perempuan Bugis, terdapat rahasia masakan. Bila orang Padang membanggakan Barandang Bundonyo, dan menjadi tumpuhan kerinduaan dan kenangan bila di rantau. Maka, yang di kenang dari perempuan Bugis adalah sepiring nasi kuning. Tak begitu jelas, apakah yang memperkenalkan nasi yang berwarna kuning ke Maluku merupakan perempuan-perempuan Bugis, ataukah buka