Langsung ke konten utama

MERANTAU?

Zaman di mana orang bisa bekerja bahkan hanya dari dalam cave mereka, dari kamar mereka, tempat persembunyian mereka, dari goa Hiro mereka, dari ceruk goa mereka, dari tempat tidur mereka---dan kamu memilih untuk merantau jauh-jauh cuma buat hal "ngehek" yang bilang bahwa merantaulah sebab singa akan mati bila tak keluar dari kandangnya. Hey, stop your stupid argument! Zaman berubah, gerak hidup berubah dan kamu masih hidup di zaman batu bisa bicara? Zaman di mana gunung-gunung saling bercengkrama? Are you kidding me? coba tengok YouTube, Podcast, jualan online, guru privat, copy writer, editor content, desainer produk, Buzzer, Joki, Bla Bal Bla.... Dan kamu masih percaya soal merantau untuk mengubah hidup?

Berlianakan selalu jadi berlian bahkan saat berada di kaleng Kong Guan. Sedangkan besi tua, akan tetap terlihat sebagai besi tua meski ditaruh pada tempat perhiasan.


Jadilah versi terbaik dari dirimu. Bukan jadi orang lain, atau hidup dari imaji orang lain. It's yourself and stop thinking about small mindset.

Kalau pikiran kamu hanya soal uang, Sapi itu gak mikir soal uang tapi gemuk-gemuk aja. Bahkan makanan sapi cuma tumbuhan. Lah kamu, makan kamu bukan cuma tumbuhan, tapi daging, telur, jeroan, jantung, empela hati, kaki, paha, Itu saja sudah membuat kamu tampak berbeda.


Beta sudah keseringan lihat orang pulang dari merantau dan bawa pulang sebakul keresahan. Entah jaringan internet di daerah asal dianggap lemot lah, di daerah asal gak ada kereta apilah, Buswaylah, kebun binatanglah, toko buku besarlah, dan sebakul keluhan yang kalo dikumpulkan bisa jadi novel 10 jilid. MERANTAU bukan solusi. Tapi kreatif adalah jawaban. Pertanyaannya, apakah kamu kreatif? Lalu bersabar dan tunggu bagaimana waktu akan menunjukkan bahwa kamu itu berlian. Bukan orang pulang rantau dan bawa bakul keluhan atau terlihat keren dengan baju bagus, penampilan gaya matinat, percayalah itu kamuflase, aslinya kita gak pernah tahu dia kerja apa di rantau, di kota besar itu. Gak ada. Gak ada yang tahu.

Di masa depan, orang-orang akan berlomba untuk menunjukkan skill mereka. Bukan sekadar harus rantau. Masih ingat bagaimana Harari bercerita soal hal ini? Di masa depan manusia sudah tidak lagi terikat dengan ruang dan waktu, tapi lebih kepada bagaimana manusia melawan robot, kecerdasan buatan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lucifer, Uang, Bank dan Hutang

Buku karya Lucifer, "Di ambang Kehancuran terbesar ekonomi: Masa lalu Uang dan Masa depan Dunia" terbitan Pustaka Pohon Bodhi, 2007. Menjelaskan bahwa dongeng 5% bunga yang telah digadang-gadang pada tahun 1024 di Inggris dengan digantikannya uang emas oleh uang kertas dan koin pada akhirnya mengubah banyak hal utamanya prespektif manusia akan alat tukar tersebut dan masa depan yang diyakini akan sedikit berbeda. Lucifer, memberitahu bahwa, saat uang kertas dan koin sudah begitu berharga. Manusia sudah begitu terbuai dan bergantung pada uang kertas dan koin, pada akhirnya, uang tersebut akan digantikan dengan bentuk uang digital. Di mana manusia, tidak lagi menggunakan uang kertas dan koin sebagai bentuk transaksi. Bagi Beta, buku yang diterjemahkan oleh Alwie pada 2007 ini cukup menarik. Setidaknya, Lucifer sedang memberitahukan sebuah informasi penting tentang masa depan akan seperti apa. Singkat kata, uang kertas dan koin akan diubah sistemnya, di mana semua itu telah dire

PULANG RANTAU DAN PERTANYAAN YANG SUDAH TIDAK RELEVAN LAGI DITANYAKAN DI ZAMAN SEKARANG -

Bila kamu pulang kampung lalu ada orang tanya ke kamu, "sudah nikah, blm?", "Kerja di mana?", "Punya rumah berapa?" "Anak sudah berapa?" Percayalah, bahwa orang yang bertanya semestinya tinggal dikisaran tahun 1980-an. Dan abadi di sana. Pertanyaan untuk orang merantau sekarang bukan itu, tapi "apa cerita perjalanan mu di rantau?", "Kuliner di sana gimana?", "Kalo dilihat-lihat potensi pekerjaan apa yang rasanya bagus dikembangkan di sana?", "Kehidupan sosial di sana menurutmu gimana?" Itu jauh lebih menyenangkan untuk didengarkan ketimbang cerita soal punya apa di daerah rantau dan pulang pura-pura jadi orang kaya dadakan, jadi senter clas, padahal hidup di rantau belum tentu bahagia, belum tentu juga mudah, ada tuntutan hidup dan gaya hidup yang seringkali terabaikan untuk kita cermati 😁😁 Kita semestinya sudah menanggalkan pertanyaan Materialisme, tentang punya apa, ke pengalaman sosial (social experien

PEREMPUAN BUGIS DAN SEPIRING NASI KUNING-

Di kepala saya, saat menyebutkan nasi kuning, entah mengapa yang tergambar dibenak saya adalah seorang perempuan bugis dengan tangan halus menanak nasi. Entah mengapa pula, wajah seorang perempuan Bugis begitu melekat dibenak saya bila menyebut nasi kuning. Tampaknya, imaji perempuan yang halus wajahnya, yang putih kulitnya, yang merah merekah bibirnya dan hitam rambutnya-diikat ke belakang telah melekat dibenak saya. Semenjak kecil, hanya nasi kuning perempuan Bugislah yang seolah melekat seperti halnya prangko yang menempel di selembar surat. Saat membuat nasi kuning, mereka seolah memiliki resep rahasia. Di balik lembut tangan halus perempuan Bugis, terdapat rahasia masakan. Bila orang Padang membanggakan Barandang Bundonyo, dan menjadi tumpuhan kerinduaan dan kenangan bila di rantau. Maka, yang di kenang dari perempuan Bugis adalah sepiring nasi kuning. Tak begitu jelas, apakah yang memperkenalkan nasi yang berwarna kuning ke Maluku merupakan perempuan-perempuan Bugis, ataukah buka